Kamis, 30 Juli 2009

Puasa Dan Riba

Saat ini kita sedang berada di bulan suci Ramadhan, dimana bagi orang-orang yang beriman “diwajibkan” untuk melaksanakan ibadah puasa. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam firman Allah SWT : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa” (QS:2:AL-BAQOROH:183). Karena ayat tersebut sangat dipahami oleh kaum muslimin, maka tidak ada satupun orang yang mengaku Islam mengingkari atas wajibnya berpuasa. Hal ini ditambah dengan berbagai ceramah, pengajian atau kajian lengkap tentang puasa yang disampaikan oleh para ustadz/muballigh, sehingga umat semakin paham tentang kewajiban berpuasa. Lebih-lebih di bulan Ramadhan ini, hampir di setiap masjid berbagai “ilmu” tentang puasa telah banyak disampaikan, sehingga umat benar-benar paham apa akibatnya apabila meninggalkan puasa.
Sekarang mari kita perhatikan Firman Allah SWT yang lain “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa (dari berbagai jenis) ribâ jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa ribâ) maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan ribâ), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya. (QS:2:AL-BAQOROH: 278-279).Ada yang menarik dari firman-firman Allah tersebut, yaitu ayat-ayatnya terdapat dalam Surat yang sama didalam Al-Quran (Surat Al-Baqoroh), kemudian dimulai dengan panggilan “manja” Allah kepada orang-orang beriman. Ayat pertama, orang-orang beriman diperintahkan untuk melaksanakan ”puasa”, dan pada ayat kedua orang-orang beriman diperintahkan untuk meninggalkan “riba”. Yang lebih menarik lagi dari ayat-ayat tersebut, kewajiban puasa tidak disertai dengan “ancaman” bagi yang meninggalkannya, meskipun kita yakini bahwa meninggalkan puasa merupakan perbuatan “dosa”, akan tetapi mari kita perhatikan, ayat tentang perintah meninggalkan “riba”, ternyata Allah dan Rasul-Nya langsung “mengancam” dengan “perang”, masya Allah ! Mengapa Allah SWT begitu keras ancamannya bagi para pelaku “riba” ? Dan mengapa kita begitu bersemangat melaksanakan “puasa”, tetapi sepertinya “acuh tak acuh” terhadap bahaya “riba” ? Hal ini, tentunya menjadi pertanyaan besar bagi orang-orang yang mengaku “beriman” !
Disadari atau tidak, ternyata umat Islam banyak yang tidak tahu secara ilmiah dan rasional mengapa ”riba” dalam Islam dipandang sebagai dosa terbesar setelah syirik, durhaka pada orang tua dan pelaku ”riba” kekal dalam neraka (QS 2:275). Apalagi, banyak para ustadz dan muballigh yang kurang ”mendakwahkan” masalah riba ini, tidak seperti dakwah tentang ”puasa”. Akibatnya, umat tidak sadar bahwa sebenarnya dia sedang melakukan ”dosa”.
Umat Islam banyak yang tidak tahu jika riba telah membawa penderitaan massal yang menyakitkan bagi kemanusiaan, karena riba telah menjatuhkan banyak negara ke lembah jeratan hutang yang parah. Karena menerapkan riba, maka APBN dikuras secara hebat untuk menyumbang lembaga bank (berbasis riba) lewat obligasi BLBI. Riba secara signifikan telah menaikkan harga BBM, listrik, telepon, bahan kebutuhan pokok. Kenaikan harga-harga barang strategis tersebut dimaksudkan untuk menambah pendapatan negara bagi biaya APBN. Padahal hampir sepertiga anggaran negara Indonesia untuk mensubsidi/membayar riba (bunga) kepada bank-bank konvensional tersebut dan bunga hutang luar negeri. Bukan-kah ini penderitaan yang kini kita sedang rasakan ?
Mengamalkan Islam bukan saja dari aspek ibadah, seperti puasa ini, tetapi harus secara kaffah dan komprehensif. Sebagaimana firman Allah, ’Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah. (QS 2: 208). Semoga tulisan ini dapat menyadarkan kepada kita yang mengaku ”beriman”, bahwa antara pelaksanaan ”puasa” dan meninggalkan ”riba” adalah sama-sama perintah Allah bagi orang yang beriman.
Wallohu a’lam bish showaab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar